1000427892-1024x575 Hari Tani Nasional, Aliansi Mahasiswa dan Petani Sulsel Tuntut Reforma Agraria dan Penarikan Aparat dari Polongbangkeng
sumber:dokumentasipribadiebsfmunhas

Makassar, EBS FM Unhas — Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional, aliansi mahasiswa, aliansi buruh tani, buruh pabrik, serta sejumlah petani dari Takalar, Sinjai, dan beberapa daerah lain di Sulawesi Selatan menggelar aksi unjuk rasa di depan Polda Sulsel, Sudiang, Rabu (24/9).

Dalam aksi tersebut, massa menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya:
1.Mengembalikan kedaulatan agraria kepada rakyat, termasuk petani, nelayan, buruh, dan masyarakat miskin kota.
2.Menuntut negara bertanggung jawab atas berbagai letusan konflik agraria di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan.
3.Mengembalikan TNI ke barak.
4.Mendesak negara membentuk badan penyelesaian konflik agraria dan pelaksana reforma agraria yang dipimpin langsung oleh Presiden.
5.Mendorong pemerintah dan DPR untuk segera merumuskan RUU Reforma Agraria serta membentuk Dewan Reforma Agraria Nasional, sesuai mandat UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan Pasal 5 TAP MPR IX/2002 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
6.Mencabut kebijakan yang hanya menguntungkan investasi dan tidak berpihak kepada rakyat, termasuk menolak UU Cipta Kerja yang dinilai melanggengkan konflik agraria, memperparah ketimpangan, serta merampas kedaulatan perempuan.
7.Mengakhiri tindak kekerasan, militerisme, dan kriminalisasi terhadap rakyat yang mempertahankan ruang hidupnya, serta membebaskan seluruh petani dan perempuan pembela lingkungan yang ditangkap karena memperjuangkan hak atas tanah.
8.Menyelesaikan konflik agraria secara adil dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk perempuan, dan mengedepankan perlindungan hak asasi manusia serta hak perempuan.
9.Mewujudkan reforma agraria yang berkeadilan gender, dengan menjadikan perempuan sebagai subjek dan memastikan partisipasi bermakna dalam setiap perumusan kebijakan agraria dan pembangunan.

Isu utama yang paling disoroti dalam aksi ini adalah tindakan aparat kepolisian yang diduga melakukan kekerasan terhadap petani di Polongbangkeng, Takalar. Massa menuding polisi melakukan pencarian warga dari rumah ke rumah tanpa surat tugas, melindungi perusahaan ilegal, hingga memarkir kendaraan tanpa izin di depan rumah warga.

Koordinator lapangan, Cibal, menegaskan tuntutannya agar Polda Sulsel menarik seluruh aparat dari lokasi konflik di Polongbangkeng. Menurutnya, keberadaan polisi justru menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat.

“Kami menuntut agar aparat mundur dari lahan-lahan konflik, karena kehadiran mereka hanya menimbulkan rasa takut, bukan rasa aman. Kepolisian harus berdiri di tengah, jangan menjadi benteng bagi perusahaan,” tegasnya.

Muhammad Ghiyas Gaspah