Makassar, EBS FM Unhas — Keadilan dan perlindungan hak korban kekerasan seksual di Universitas Hasanuddin (Unhas) masih belum menemukan titik terang. Berbagai pengakuan dari korban menjadi bukti meningkatnya kasus kekerasan seksual yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa korban memerlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk mendapatkan perlindungan. Namun, dalam kenyataannya, Satuan Tugas Perlindungan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menangani kasus ini, tidak menjalankan fungsi utamanya untuk melindungi korban.
Kekecewaan terhadap hal ini akhirnya mendorong munculnya petisi untuk membubarkan Satgas PPKS. Petisi yang berjudul “Pembubaran Satgas PPKS Unhas yang Tidak Berperspektif Korban” ini dibuat pada Rabu, 27 November 2024 dan telah berhasil mengumpulkan 1.969 tanda tangan berdasarkan data terakhir yang dijangkau.
Petisi ini berisi fakta-fakta terkait ketidakberfungsian Satgas sesuai dengan peran yang seharusnya dijalankan. Salah satunya adalah bahwa Satgas PPKS tidak memiliki perspektif korban, lebih mementingkan jabatan dan karir pelaku, tidak ada transparansi dalam proses penanganan yang sebelumnya dijanjikan setelah dialog publik, serta bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Pemendikbud) No. 30 Tahun 2021 yang mengatur fungsi utama Satgas PPKS.
Selain itu, petisi ini juga menyampaikan beberapa tuntutan, antara lain membubarkan Satgas PPKS dan mendorong evaluasi menyeluruh terkait penanganan kasus kekerasan seksual. Tuntutan lain dalam petisi ini adalah perlindungan maksimal terhadap korban, termasuk pemberian pendampingan psikologis, bantuan hukum, serta proses pemulihan bagi korban.